Senin, 28 November 2011

(P)Ujian Nasional?

Saat mengikuti workshop Matematika Gasing beberapa waktu, saya tergelitik dengan pernyataan salah satu pembicara, Bapak Anton Wardaya, yang intinya mengatakan bahwa tes itu seharusnya ajang bagi seseorang untuk memberikan pujian kepada orang lain. 

Selama ini, kita mengenal tes sebagai ajang ujian, menguji kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu. Namanya ujian, pasti akan ada yang mendapatkan nilai baik dan buruk. Yang mendapatkan nilai baik akan dipuji setinggi langit. Sementara yang mendapatkan nilai buruk, nasibnya bisa kian terpuruk bila usahanya tidak dihargai, dicaci maki, dihina dina dan diberikan hal-hal buruk lainnya. Tentu, hal ini akan memberikan dampak negatif bagi si-empunya nilai. 

Saya yakin, hampir semua orang pasti akan senang bila dipuji. Apakah itu dengan kata-kata, dengan pemberian hadiah, tepukan di pundak atau hanya sekedar acungan jempol. Bahkan, acungan jempol secara maya pun, seperti yang ada dalam facebook, akan membuat kita, minimal tersenyum. Pujian memberikan efek yang positif bagi seseorang. 

Bagaimana bila hal ini diterapkan dalam dunia pendidikan? Bisa jadi, para siswa akan lebih terpacu meningkatkan prestasinya karena yang menanti mereka adalah pujian bukan cacian. Apa pun hasil belajarnya, tetap berikan pujian kepada mereka karena usaha yang telah mereka lakukan. Berikan energi positif yang bisa membantu mereka meningkatkan kemampuannya. Tapi, yang juga patut diingat, berikan pujian secara tulus agar efeknya lebih terasa. 

So, kalau begitu, apakah sebaiknya ujian nasional diganti namanya menjadi (p)ujian nasional saja, agar tidak memberikan kesan yang mengerikan? Mungkin, para siswa justru menanti ajang ini karena mereka tidak sabar menanti pujian apakah yang akan diberikan oleh para guru bila mereka mendapatkan hasil yang baik. Karena sebenarnya, pemberian pujian ini sudah diterapkan di perguruan tinggi. Bila anda lulus dengan IPK 3.5 ke atas maka anda berhak menyandang cumlaude, yang berarti dengan pujian. Dan tidak sedikit mahasiswa yang berjuang keras untuk mendapatkan gelar itu.


Selamat memuji!  :D 

Kamis, 24 November 2011

Angry Birds



Saya sebenarnya tidak ingin berfilosofi ria malam ini. Namun game yang satu ini membuat saya gatal untuk memberikan komentar. Anda pasti tahu game Angry Bird kan? Game yang satu ini sangat populer. Tidak tua, tidak muda memainkannya. Awalnya saya tidak tertarik untuk memainkannya walaupun sedang in. Salah satu yang menggilitik saya dan akhirnya ikut memainkannya adalah saat membaca status salah seorang teman di FB yang berterima kasih kepada teman yang lain karena telah menginstall game Angry Bird. Saya menjadi penasaran. Lalu, saya buka game online-nya dan memainkannya untuk yang pertama kali. Waktu itu saya merasa biasa saja, karena beberapa level bisa diselesaikan dengan mudah. Namun, seiring meningkatnya level, saya mulai mendapat kesulitan. Apalagi dengan "amunisi" yang terbatas dan rintangan yang semakin sulit. Sekali, dua kali, tiga kali, bahkan berkali-kali saya mencoba untuk menyelesaikan satu level namun tidak berhasil. Bukan hanya birds yang angry, saya pun menjadi angry dan hungry sehingga angry saya makin menjadi-jadi. Namun melalui percobaan yang entah keberapa kali, saya akhirnya berhasil menyelesaikan satu level tertentu. 

Tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya permainan ini sangat bagus karena sangat mencerminkan hidup yang kita jalani. Dalam hidup, pasti kita akan selalu mengalami masalah. Masalah yang datang memiliki level yang berbeda-beda. Bila kita bisa menyelesaikan masalah yang ringan, pasti lain waktu, masalah yang kita hadapi akan semakin berat, demikian seterusnya. Seperti yang ada dalam Angry Birds, "amunisi" kita untuk menyelesaikan masalah terkadang juga terbatas. Tentu, hal ini menuntut kejelian saat menyelesaikannya. Kita harus tahu titik terlemah atau simpul mana yang harus kita buka terlebih dahulu. Kita juga harus memiliki planning untuk menyelesaikannya. Harus bertindak secara cermat. Walaupun kadang, semua prosedur telah kita ikuti, namun cara tersebut belum berhasil. Patah arangkah? Tidak. Saat anda bermain Angry Bird, pasti akan penasaran bila tidak bisa menyelesaikan satu level. Anda juga tidak berhak naik level bila level sebelumnya tidak terselesaikan. 
Namun kadang, anda justru bisa menyelesaikan satu level hanya dengan satu tembakan. Tanpa diduga, tembakan tersebut membawa efek besar yang bisa menghancurkan semua rintangan dan anda tidak menyadari itu sebelumnya. Itulah yang dinamakan keberuntungan. Demikian pula dalam hidup. Keberhasilan adalah usaha yang tidak kenal menyerah plus satu "tembakan" keberuntungan yang bisa membawa anda ke level berikutnya. 

Selamat bermain! 

Selasa, 15 November 2011

Dada atau paha?

Saya suka makan ayam. Bagian dari ayam yang saya sukai adalah ceker. Awalnya saya jijik dengan bagian ayam yang satu ini. Dulu, tetangga saya suka makan sop ceker ayam sambil disuapin neneknya. Dan cekernya berwarna putih, karena direbus. Hiiiiii.. sangat geli melihatnya. Saat duduk di bangku SMU, pada suatu hari, nenek saya menggoreng ceker. Dan saat saya mencobanya, wow.. ternyata rasanya enak sekali. Sejak saat itulah saya ketagihan ceker ayam.
Ayam memang menjadi salah satu makanan favorit di masyarakat. Bahkan,  McDonald yang selama ini dikenal sebagai "burger leader" menambahkan ayam sebagai salah satu menunya, karena pangsa ayam yang cukup menjanjikan. Namun bukan itu yang menjadi concern saya. Saya concern dengan kebiasaan kita yang memilih salah satu bagian ayam sebagai menu santapannya. Boleh dibilang, kita "fanatik" terhadap salah satu bagian ayam tersebut. Saat berada di counter penjual ayam goreng, kita akan memilih dada, paha, sayap atau bagian ayam lainnya. Bahkan sampai ada yang rela tidak makan bila bagian ayam itu habis atau tidak ada. Nah, dari hal-hal itulah, saya berpikir ada hubungan antara tipe kepribadian dengan pemilihan bagian ayam. Dan inilah teori saya tentang hubungan antara tipe kepribadian dengan pemilihan bagian ayam:
1. Bila anda menyukai kepala ayam: anda adalah tipe orang yang senang bercerita.
2. Bila anda menyukai dada ayam: anda adalah tipe orang yang menyukai kenyamanan. Anda tidak segan mengeluarkan biaya banyak untuk mendapatkan kenyamanan.
3. Bila anda menyukai sayap ayam: anda adalah tipe orang yang dinamis.
4. Bila anda menyukai ati dan ampela: anda adalah tipe orang yang setia.
5. Bila anda menyukai brutu ayam: anda adalah tipe orang yang kreatif, eksentrik.
6. Bila anda menyukai ceker ayam: anda adalah tipe orang yang pantang menyerah.

So, bagian ayam manakah yang anda sukai? 




Sabtu, 12 November 2011

catatan lampu merah

Saat anda berhenti di lampu merah, apa yang anda lakukan? Apakah menatap penunjuk waktu digital yang dihitung mundur hingga lampu menjadi hijau? Apakah membetulkan letak posisi spion yang tadi tersenggol kendaraan lain ataukah justru anda sendiri mengaca pada spion tersebut? Apapun kegiatan anda saat terhenti di lampu merah, itu sepenuhnya adalah hak asasi anda. Saya tidak berhak mengatur jenis kegiatan yang anda lakukan. 
Tapi apakah anda menyadari bahwa sebenarnya lampu merah banyak memberikan pelajaran kepada kita? Silakan perhatikan, di beberapa perempatan, saat lampu merah menyala, itu adalah lampu hijau bagi para pedagang asongan untuk menjajakan koran dan jajanannya. Mereka bisa mengisi waktu yang terbatas dengan kegiatan yang bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Bila anda pernah melewati perempatan Condong Catur atau perempatan Kentungan Jogja, saat lampu merah menyala, ada sekelompok orang berdandan melakukan tarian di sepanjang zebra cross. Mereka mengharap para pengendara memberikan recehnya. Di tengah kesempitan, mereka tetap berusaha tidak kenal lelah. Demikian pula dengan beberapa sopir angkutan umum. Saya sering menjumpai, saat mereka terhenti di lampu merah, mereka membaca koran yang telah diletakkan di dashboard. Mereka sayang melewatkan waktu hanya dengan menunggu. 
Saat lampu merah menyala, aktivitas sebagian orang terhenti, namun aktivitas sebagian orang yang lain dimulai.  Kesempatan bisa ada kapan saja bahkan di tengah waktu yang terbatas sekalipun. Kesempatan selalu  tersedia untuk kita, kita sendirilah yang menentukan, apakah kita akan mengambil kesempatan itu atau membiarkan ia lewat dengan begitu saja. 


Kamis, 10 November 2011

gilingan

Saat mendengar kata gilingan, apa yang pertama kali terlintas di pikiran? Bila anda akrab dengan Debby Sahertian atau Ivan Gunawan maka gilingan adalah gila. Bila anda akrab dengan sopir dan kenek angkutan di Solo maka gilingan adalah terminal. Namun, bila anda akrab dengan saya, maka sayalah gilingan itu. Ada teman yang mengatakan saya adalah preman kuliner karena status di FB saya selalu seputar makanan. Haha, saya justru baru menyadari itu dan setelah saya cek, ternyata memang benar! Apa mau dikata, memang itulah salah satu yang menarik perhatian saya. Daripada status yang meratap-ratap, saya lebih suka status yang menyantap-santap :D